Friday, March 15, 2024

Cara Pandang Berarsitektur Karya Christoporus Koesmatandi

berikut ini adalah book review buku karya Christophorus Koesmartandi yaitu" Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi CARA PANDANG BERARSITEKTUR diterbitkan oleh Universitas Sugijapranata, karya tulis ini di bahas bersama oelh 7 orang pembahas dalam forum zoom pada tgl 15 maret 2024.













Upaya untuk kembali ke cara pandang yang sudah di kemukakan, saya memberikan garis merah atau penegasan aspek paling penting yaitu kurikulum 

Kita harus menghindari tugas preseden mahasiswa arsitektur yang menggunakan contoh produk dari bangunan yang di jual oleh developer, karena ini merupakan produk yang tidak ideal. kehilangan konsep : konsep transformasi kelokalankonsep dan proporsi bangunanuntukdijadikan preseden tugas para mahasiswa 

Harus ada tugas untuk pengukuran ulang / penggambaran ulang bangunanarsitektur tradisional di dekatnya (mis rumah tradisional Jawa, Bali, TorajabatakNiasKalimantan dllhal ini menjadi modal dasar masa depan

Harus ada pembuatan maket / model bangunan tradisional shg menjadi dasarpengetahuan proporsi material, skala dll.



Berikut ini adalah contoh karya yang dilakukan oleh studio budi pradono architects sebagai contoh interpretasi bangunan rumah Jawa berjudul "Omah Djawa House" dimana bisa di kategorisasikan sebagai produk arsitektur yang menggunakan pendekatan neo-vernakular sebagai bagian dari interpretasi postmoderen rumah Jawa. 















 

Thursday, March 14, 2024

Peruri Garden City - konsep tower di Kebayoran by Budi Pradono

 

Courtyard of the Garden city

 

Courtyard-scape Peruri

 

Courtyard-scape of the Garden City

 

Peruri Courtyard-scape

 

Taman kotakita 

 

Garden city of tomorrow

 

Peruri Garden city

 

 

Perencanaan kawasan peruri, berdasarkan sejarah kawasan kebayoran merupakan sebuah kota satelit yang dirancang oleh M.Soesilo pada  tahun 1949-1953, dengan mengusung konsep garden city lahan seluas 730 hektar; 45% nya digunakan sebagai Kawasan residential dan 16% nya saja digunakan sebagai area hijau. Oleh karna itu Kawasan peruri seluas 5 hektar ini merupakan satu Kawasan yang merupakan jantung utama dalam konteks garden city tersebut, oleh karena itu kita mempertanyakan bagaimana membawa Kawasan peruri menjadi pusat atau symbol garden city masa depan. Oleh karena itu kami mengusulkan peningkatan garden areannya sebesar 80% dari Kawasan, Kawasan ini akan menjadi ruang publik utama ditengah kota dimana orang dapat menikmati taman kota masa depan dan dapat melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan konteks urbannya. 

 

Responsive urbanisme

Pertanyaan dasar dari pembangunan konsep ini adalah bagaimana program – program yang dimasukan di dalam Kawasan memberikan value addict yang signifikan terhadap Kawasan mengingat konteks urbannya, kawasan ini harus menjadi pendukung untuk kemajuan vitalitas ekonomi, budaya maupun olahraga bagi Kawasan sekitarnya. Patut di catat kawasan ini berseberangan dengan Gedung kejaksaan Agung disisi timur, Gedung ASEAN disisi utara, Mabes Polri disis barat laut dan Kawasan komersial blok M dan stasiun Bus blok M disisi selatan dan barat daya. Oleh karena itu program – program yang ada harus dipikirkan secara baik supaya mampu merespon keempat atau lima bangunan dikawasam seitarnya maupun kebutuhan masyarakat pada umumnya . secara programing kita mengusulkan adanya high end residensial maupun hotel yang dapat menampung tamu - tamu negara maupun para eksekutif dari negara negara sahabat yang akan menemukan pertemuan atau rapat - rapat digedung ASEAN, Adapun yang berurusan dengan kejaksaan agung maupun mabes polri. Pada sisi timur laut dari Kawasan terdapat simpul CSW merupakan simpul pertemuan berbagai moda transportasi baik itu MRT maupun busway sehingga pergerakan masyarakat yang banyak dan keluar dari simpul transportasi tersebut perlu di arkomodir secara proposional oleh karena itu kita menciptakan satu taman yang besar sebagai oase baru bagi masyarakat. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah menikmati taman kota yang baru ini sekaligus menikmati museum peruri.

 

Konsep Peruri sebagai Symbol Garden City of tomorrow

 

Bagaimana menciptakan garden city kontemporer yang merupakan reintepretasi dari sejarah garden city tahun 1948?

 

Metode yang diambil adalah melakukan remapping trajektori dari stasiun-staisun yang ada disekitarnya maupun mobilitas orang di sekitarnya yang diimplementasikan secara organik kedalam Kawasan, diagram - diagram ini pada akhirnya membentuk sebuah taman dengan lembah dan gunung yang hijau. Lembah dan gunung ini pada dasarnya merupakan selimut hijau bagi program - program komersial dibawahnya, taman hijau ini akhirnya menjadi sebuah courtyard bagi kota. Sebuah tanah lapang yang baru, sekaligus sebagai creator ruang public bagi masyarakat Jakarta. Akhirnya taman ini memberikan value yang tinggi bagi bangunan lama peruri menjadi sebuah museum yang elegan dan berwibawa. 

 

 

Peruri sebagai Courtyard Kota

 

Courtyard adalah sebuah ruang private terbuka yang dikelilingi oleh dinding-dinding maupun bangunan-bangunan, dengan menganggap bahwa Kawasan peruri ini dikelilingi oleh bangunan - bangunan penting oleh karena itu kita menempatkan konteks Kawasan ini sebagai courtyard bagi kota. Tipologi courtyard ini merupakan tipologi baru bagi ibu kota dimana Kawasan komersial selalu dibangun dari bangunannya sehingga ruang terbukannya merupakan sisa tetapi dalam konsep ini adalah bagaimana menyisihkan ruang terbuka kota sebagai courtyard bagi kota. Courtyard- courtyard ini dibentuk dan mengalami deformasi tergantung dari program maupun analisa diagram yang didasarkan atas data-data virtual di dalam side, kemudian multiple courtyard dengan skala yang lebih kecil dapat di hadirkan kembali diantara gunung-gunung maupun lembah bangunan komersial di sekitarnya, courtyard ini menjadi alat yang menyalurkan cahaya ke dalam bangunan maupun basement. Courtyard yang dihadirkan terdapat banyak sekali organic diagram yang kemudian dapat dikonversikan menjadi pedestrian, maupun amphi teather hijau. 

 

Blok masa bangunan 

Dalam konteks Kawasan ini memerlukan block masa bangunan yang merupakan respon dari konteks dari Kawasan tersebut sehingga dari hasil analisis programing dan diagraming kita dapat menentukan dua blok masa bangunan sebagai sepasang tower yang menjadi landmark Kawasan masa depan dan tower ini dikemudian hari menjadi tonggak masa depan dan menjadi identitas Kawasan garden city ini . blok masa bangunan lainnya terdiri dari tiga stick bangunan yang disusun secara horizontal, masa-masa bangunan ini terpisah-terpisah tetapi saling terkoneksi dan memperkuat courtyard Kawasan. 

 

Fasade bangunan

Fasade bangunan dimaksudkan sebagai penegas identitas Kawasan, oleh karena itu Ketika seluruh courtyard berupa taman dan merupakan area hijau maka masa-masa bangunanya memerlukan fasade yang merupakan respon yang positif baik kepada lingkungan terluar dari Kawasan maupun lingkungan internal dalam courtyard sehingga untuk dua tower tersebut kami memilih Bahasa vertical dan diharapkan langsekapnya merupakan sesuatu yang continues baik dari gunung menuju tower. Pada bangunan horizontal kami memutuskan menggunakan Bahasa polkadot atau perforated berbentuk bulat sebagai secondary skindari struktur baja/jembatan. Diharapkan dari sana kegiatan/aktivitas yang dinamis didalam bangunan ini dapat terlihat dari luar. Rooftop diarea Gedung-gedung horizontal dibuat sebagai ruang publik yang baru dimana orang dapat berjalan-jalan maupun menikmati courtyard dengan nyaman 

 

Strategi distribusi programming 

         Program yang equal dengan fungsi patut dipikirkan secara lebih dalam karena distribusi fungsi-fungsi tersebut dapat mempengaruhi kinerja dan performa ekonomi dari satu kompleks Kawasan ini, oleh karena itu fungsi-fungsi strategis di distribusikan secara baik. Program atau fungsi yang harus di masukkan ke dalam Kawasan merupakan aspek penting supaya segala kegiatan di dalamnya dapat berfungsi secara maksimal mampu menjadi penentu sekaligus mediator bagi program-program yang sudah ada. Strategi yang pertama adalah dengan melakukan respon pada program existing sehingga empat titik utama di pojok pojok site harus dijadikan sebagai public space yang merupakan respon pada lingkungan sekitarnya. Cinema dan convention hall merupakan dua crowd attractor dipisahkan penempatannya tapi sekaligus dihubungkan dengan bridge corridor. Sementara fungsi kedua towernya berbeda yang satu tower hotel dengan rental office di sisi atasnya sementara residensial atau apartemen berada di sampingnya. Antara hotel dan bangunan komersial lainnya saling terhubung dan menggunakan courtyard sebagai center-nya. Pada sisi bawah basement dan area komersial nya saling terhubung tetapi diselimuti garden sebagai lansekap utama. Sementara bangunan lama Peruri kita konversikan sebagai museum yang hidup karena teras di sisis selatan bangunan dapat difungsikan juga sebagai stage untuk performance, sementara penonton dapat duduk di taman-taman dengan amphiteater yang ada.

 

 

 

 

 

 

 

Dancing midrise tower Jannevala Hotel, Bandung By budi Pradono

Dancing midrise tower

New Jannevala Hotel, Bandung

By budi Pradono

 

 

Introduction

Hotel ini adalah bagian dari hotel change yang ada di seluruh dunia dengan operator U yang berpusat di Thailand. Konsep hotel ini cukup menarik karena menerapkan manajemen penginapan 24 jam. Sehingga para tamu hotel bisa check out duapuluh empat jam setelah check in. Inilah yang membedakan dengan hotel-hotel lainnya yang menerapkan jam check in jam berapapun check out-nya tetap jam 12. Oleh karena itu desain yang dihasilkan harus menghasilkan ruang ruang public yang casual seperti di apartemen sendiri, lalu banyak area publiknya supaya pengunjung dapat menikmati area bersantainya di luar kamar. 

 

Konteks

 

Bangunan hotel ini berada di Kawasan komersial di jalan Aceh, Bandung dimana disekitarnya banyak sekali factory outlet disekitarnya, dibelakang hotel ini mall BIP sementara disampingnya hotel dirancang sekitar tahun 90-an pertanyaaan mendasar pada konteks urbannya adalah bagaimana bangunan ini merespon secara spesifik baik lifestyle Kawasan maupun konteks sejarah, seperti kita ketahui bahwa Bandung adalah calon ibu kota pengganti Jakarta sehingga kita dapat menemukan bangunan-bangunan pemerintahan yang dibangun sekitar tahun 1930-1935 dimana banyak arsitek dari Belanda dan Jerman  merancang bangunan-bangunan publik di kota bandung, dengan ciri-ciri Artdeco yang sangat kuat sehingga kita akan menggunakan konsep kekinian salah satunya adalah, mengangkat tarian Jaipong, merupakan tari tradisional di jawa barat, yang sempat di larang oleh pemerintah setempat, karena tarian ini terlalu seksi dan kurang selaras dengan budaya setempat. Tetapi polemik di masyarakt ini menjadi hal yang sangat menarik jika diangkat sebagai sebuah konsep arsitektur. Secara massa bangunan ini dirancang sebagai bangunan yang dinamis, dan menari di antara bangunan-bangunan di sekitarnya. Dengan dasar keberadaan bangunan berada di antara took-toko lifestyle untuk anak muda maka penting sekali untuk menentukan target market pengguna hotel ini tentunya adalah anak -anak muda / millennial sehingga kita perlu menciptakan formula supaya bangunan ini terlihat selalu muda, dinamis dan fotogenik. Dengan melakukan analysis urbanitas ada kecenderungan bahwa rata-rata bangunan di sekitarnya merupakan bangunan tunggal dan cenderung dibangun secara penuh di dalam site. Saya berpikir sebaliknya bagaimana menciptakan bangunan dengan footprint yang kecil dan dijadikan dua massa bangunan yang terpisah dan tersambung di sisi tengah. Pembagian dua massa bangunan ini dimaksudkan juga supaya mendapatkan pencahayaan alami yang extravaganza ke dalam bangunan. Bangunan ini harus menjadi katalis sekaligus media dialog antara bangunan komersial tahun 2000-an dengan konteks bangunan artdeco tahun 30-an

 

Bentuk dan estetika

 

Strateginya adalah membagi massa bangunan menjadi dua massa yang sama, sehingga kita dapat mengalirkan udara diantara kedua bangunan tersebut, sehingga secara fisika bangunan jika disisi dalam kedua masa bangunan itu dijadikan koridor maka koridor itu tidak perlu menggunakan AC sehingga hal ini menjadikan saving energi yang memadai karena AC-nya hanya diletakkan di setiap kamar tidur-nya saja. Kedua massa bangunan ini diikat oleh core lift  ditengah sebagai pengikat, sehingga antara massa yang satu dan massa yang kedua jika kita interpretasikan seperti penari jaipong, dua massa bangunan ini saling merespon, antara gerakan dinamis massa bangunan satu dan massa bangunan dua, sehingga bangunan ini menjadi bangun yang dinamis dan merepresentasikan budaya secara kontemporer. Mirip seperti tari Jaipong. Façade depan kea ah jalan raya dibuat dari kaca berwarna hijau kebiruan, sementara dikedua sisi kiri dan kanan façade-nya terbuat dari prefabricated exposed concrete. Dengan kaca kaca yang di susun miring ke kiri dan ke kanan. 

 

Pendekatan desain Dekonstruksi

Pada saat ini banyak sekali bangunan tinggi yang tumbuh di kota-kota besar di Indonesia, tetapi umumnya menggunakan semangat efisiensi, sehingga banyak sekali bangunan yang generic sehingga terbentuklah bangunan-bangunan modern yang mirip dengan façade yang sama yaitu ditutup kaca ataupun jendela kaca yang kotak atau dinding prefabricated, dalam projek ini saya ingin mempertanyakan konsep kestabilan; bagaimana jika saya mengunakan jendela kaca yang miring? Bagaimana saya menggunakan dinding prefabricated dari beton yang miring ke atas maupun kebawah? Tentu saja hal ini akan menghasilkan kualitas ruang yang sangat spesifik dan setiap ruangan yang terjadi memiliki kualitas ruang yang berbeda-beda antara satu ruang dan ruang lainnya, jadi ada 119 kamar yang memiliki kualitas ruang yang bermacam macam. Metode mempertanyakan kembali dasar dasar bentuk arsitektur pada umumnya ini mirip dengan teory Derrida yang mempertanyakan hal hal generic yang sudah ada dan mengangkat wacana baru agar kita memiliki sebuah text, atau kosa kata baru dalam typology bangunan hotel. 

 

Programming / fungsi

 

Bagaimana supaya hotel ini sustainable? Strateginya adalah membuat distribusi programming karena jika kita mengaju kepada peraturan, maka bangunan yang berdiri di atas tanah 1000m ini hanya boleh berdiri 8 lapis ketas dan 2 lapis kebawah. Strateginya adalah dengan membuat mezzanine di lantai ground floor lalu seluruh level lantainya memiliki ketinggian 4m floor to floor lalu kemudian seluruh ceilingnya dibuat expose, sehingga orang merasa tinggi dan luas di dalamnya. Secara programming kita mengatur area publik di lantai bawah dan atas lalu kita tambah garden di lantai satu, di lantai ground dibuat café dan lobby tetapi café nya memiliki akses langsung pada jalan utama sehingga memudahkan pejalan kaki untuk mampir ke café tersebut, seementara di rooftop nya dibuat gym dan bar serta swimming pool. Pada area tengah jadi kamar-kamar yang privat sehingga aktivitas publiknya didistribusikan di lantai atas dan bawah. Dengan komposisi programming seperti ini menyebabkan kamar kamar tidur yang berada di tengah-tengah akan mendapatkan privacy yang baik. 

 

Tantangan Tropikalitas

 

Dengan mengintegrasikan pohon besar ke dalam bangunan, dengan cara di tanam pada lantai pertama, pohon ini menjadi perekat antara dua massa bangunan yang terpisah, dan karena kedua sisi dalamnya merupakan koridor yang terbuka tentu saja hal ini memberikan feeling bagi penghuni hotel ini dekat dengan alam. Di sepanjang koridor yang terbuka di berikan planter box yang berjajar sehingga semua tanaman seperti menyelimuti bangunan di sisi dalam. Hal ini bisa di lakukan karena Indonesia berada di daerha katulistiwa sehingga respon yang positif dari tropikalitas ini adalah memberikan kesempatan bagi pengudaraan alamiah melewati koridor terbuka ini. Sehingga setiap teras memiliki kualitas penghawaan alamiah.  Juga pencahayaan yang memadai. Pada area roof top yang terbuka terdapat kolam renang yang Panjang ini memberikan rasa kesegaran juga memberikan efek infinity jika kita memandang kea rah luar bangunan. Kolam renang dan Pohon besar di tengah bangunan menjadi mediator anatara nature dan urbanitas di sekitar kota Bandung. Setiap kamar juga mendapatkan pemandangan ke arah luar dan matahari yang akan memberikan penerangan natural ke dalam kamar. 

 

Tantangan Interior

 

Tantangan interiornya adalah memanfaatkan kualitas ruang yang sangat spesifik. Secara volumetric salah satu sisi dindingnya miring ke atas atau miring ke bawah, hal ini meskipun dapat menghasilkan suatu kualitas ruang yang unik tetapi disisi lain hal hal teknisnya yang sedikit rumit. Misalnya fabric black out untuk menutup jendela tentu saja memerlukan dua buah rel di sisi atas dan bawah agar tidak jatuh di tengah tengah tempat tidur. Furniture yang lainnya juga dibuat se- ringan mungkin berbahan dasar kayu dengan struktur dari besi, hal ini agar memberikan dialog pada dinding concrete yang massif. Pada salah satu sisinya yang horizontal dibuat dengan finishing susunan bata yang dicat putih. Dialog antara beberapa material ini m,enghasilkan sebuah orchestra yang memberikan nilai pada ruang tidurnya. Pada area bar maupun breakfast semua material yang ada di kamar dibedakan dengan beberapa artikulasi di sisi dinding dan meja sehingga semuanya mendapatkan bagian dalam mengangkat spirit dancing hotel. 

 

 

komersialisasi

Hotel ini adalah bagian dari hotel change yang ada di seluruh dunia dengan operator U yang berpusat di Thailand. Konsep hotel ini cukup menarik karena menerapkan manajemen penginapan 24 jam. Sehingga para tamu hotel bisa check out duapuluh empat jam setelah check in. Inilah yang membedakan dengan hotel-hotel lainnya yang menerapkan jam check in jam berapapun check out-nya tetap jam 12. Oleh karena itu desain yang dihasilkan harus menghasilkan ruang ruang public yang casual seperti di apartemen sendiri, lalu banyak area publiknya supaya pengunjung dapat menikmati area bersantainya di luar kamar. 

 

1.     Dari sisi oprasi hotel berbintang 4 pada dasarnya menerapkan satu aturan dimana chekin-chekout,  chekin pada jam berapa pun chekout pada jam 12 siang. Chekin jam 3 sore maka siang hari ini dia berhak checkout 12 jam . hal ini akan memudahkan bagi pembisnis para peserta seminar maupun bisnismen pada bandung, masih ada waktu Kembali ke hotel, mandi sebelum pulang.

 

2.     Jatah breakfast 24 jam

3.     Bangunannya dibuat ikoni menjadi landmad baru kota bandung tetapi disisi lain hotel ini memiliki standart green yg tinggi krn semua koridor terbuka tanpa menggunakan ac shngga memnuhi syarat protokol covid-19

4.     Krn slrh koridornya trbuka sehingga menggunakan ac diruangan saja shngga dapat safeing energi.

 

 

Tuesday, March 12, 2024

L-House in Uluwatu, Bali designed by Budi Pradono / budipradono architects 

 

L-House in Uluwatu, Bali

 

This residence is situated in a breathtaking area near the Uluwatu cliffs in Bali. This land provides a view of the vast ocean, where we can observe the sunset every evening. With relatively rectangular land and adjacent to several new villas. Architects must be capable of meeting the necessities of this family. 

 

The family is comprised of a couple from two different countries who value Balinese culture and nature. I felt the need to maximize the existence of a very specific site location on the south side of Bali, where the violent waves from the Indian Ocean crashing against the cliff edge were very exotic and combined with the calm horizon where the hot sun abruptly descended and set into the sea. gradually, it became black. The soil in the region of Uluwatu consists primarily of rock and coral, making it simple to attach structures to the rock, but obtaining clean water is extremely difficult. 

 

 

Introducing the Balinese ethos 

 

I visited the site multiple times to confirm the building's orientation. In close proximity to that location, a beach club is attached to the brink of a cliff, accommodating the violent waves of the ocean while this land is several meters higher. I conducted a composition study of the masses in which I attempted to apply the concept of Dewata Nawasanga or nine heavens, namely the main universe or the nine gods of wind direction, so that the land was divided into nine parts and rotated based on the best orientation and the area in the middle was left empty; the swimming pool was then used as the datum. The complete composition of this mass composition was organized. On the northeast side is a modest place of worship. I want the mass of this building to be composed of multiple mass boxes so that it appears more modern without the use of Balinese ornamentation, but on one side of the west side, the wall will be torn apart to let in a great deal of light. There is a space between the first and second storeys so that air can continue to flow into the basement. We construct a 3 cubic meter water reservoir to assure the availability of water. On the other hand, despite the building's flat mass, we have prepared multiple locations to absorb rainfall, store it, and process it for use. 

 

 

Respond to post-pandemic living conditions 

 

On the east side, all rooms should receive the morning sun, which contains vitamin D, and all windows can be opened so that we do not need to rely on the air conditioner constantly. The lavatory is designed to be large enough to make us feel as if we are a part of nature, allowing us to appreciate the natural scenery, but potted plants are an integral part of this design. Each corridor will receive adequate sunlight and airflow.

 

Programming and Architectural Design

 

The building's layout and massing attempt to interpret the concept of Bali by applying the division of the land into nine primary sections, i.e., by applying the concepts of Tri Angga and Tri Mandala. So the yard or landscape employs the Tri Mandala, specifically the main madhyama as a place for ceremonies and healing, and the second madhyama mandala as the main residence of its inhabitants, which includes a kitchen, dining area, and guest bedroom. Between the main madhyama and the madya, there is a vacant space or void that we interpret as a space for socializing between families, so it serves as a barbeque area. The final concept is madhyama kanista, which was traditionally a stable but is interpreted in this concept as a landscape that supports the whole and is positioned programmatically as a space for hobbies and recreation. While the tri angga concept is a virtual three-dimensional division vertically, namely the main angga or roof, the madhyama angga is a building consisting of pillars and walls, and the kanista angga is the foundation and water storage area, the majority of the foundation is supported by pillars so that almost all of the buildings facing the back are raised off the ground. The study of building mass is conducted with blocks of mass that are piled and arranged to form a composition of interrelated and mutually supporting building masses. Using the mass of the swimming pool as a reference point, the two building masses above it follow the direction / orientation of the pool, with the exception of the mass of the building on the second floor, which crosses in order to create space for a quieter area / meditation area. In the northern portion, which is the healing area, there is a small temple for prayer as well as an area for fitness or yoga. The mass of the building in front contains the service area, kitchen, and parking area. The courtyard, which is used for barbecuing, is located in the middle, followed by the living and dining areas and the guest chamber. On the highest level, there is a penthouse, which is comprised of three chambers with corridors that maximize sunlight. Between the first and second floors, there is a mezzanine floor with an entertainment area for viewing movies and a bar, which is supported by an outdoor area with views of the sea or the sunset. 

 

The building's composition and its mass composition 

 

Using the programming-arrangement strategy and controlling the building's mass results in a composition with a distorted courtyard in the center that can be used for barbecuing. whereas the structures stacked above it on the north were composed of rows of rooms connected by wide corridors. This corridor is also an attractive space with constant access to natural light. The swimming facility extends westward into the ocean. It also serves as an organizer, orchestrating the composition of the entire building mass. 

The building bulk for the security and fitness warehouses is separated to the north, despite the fact that all architectural elements are closely related. Exterior and interior elements are comprised of porous stone, while concrete and teak wood are used for the primary doors. 

 

Materiality as a sustaining factor 

 

Due to Uluwatu, Bali's extreme climate, the majority of the territory is dry rock. So that the entire structure of the building is comprised of concrete/concrete material, some portions of the rooftop are coated with pumice to absorb rainwater and deflect the sun's heat. The majority of the building exteriors are clad in natural stone that is abundant in Bali and simple to acquire. Some cladding elements employ ironwood to maintain the resort-like appearance. The landscape uses the wild concept to accommodate the surrounding natural conditions so that it appears more natural, while other tropical plants are strategically placed throughout the building, such as in corridors and bathrooms, as accents but also as a sign and encouragement to get closer to nature. (Budi Pradono)

Konsep Rumah Peribadatan di IKN

 

Konsep perancangan kompleks peribadatan di IKN ini merupakan sebuah proposal yang diajukan dalam kompetisi IKN tahun 2021

PERIBADATAN

Kompleks peribadatan ini terdiri dari 4 tempat ibadah , dimana tempat ibadah itu adalah vihara , gereja katedral , gereja Kristen, pura dan klenteng. Pertanyaan mendasar adalah bagaimana menyatukan kompleks ini sebagai suatu kesatuan bangunan-bangunan keagamaan. 

Ide dasarnya adalah dengan jalan menciptakan sebuah plaza pemersatu dimana plaza ini berfungsi sebagai areal meditasi spiritual yang mempersatukan seluruh kawasan dengan alam , yaitu bunyi air dan angin. Maupun fungsi lain yang bersifat oleh raga spiritual seperti yoga dan meditasi. Area ini diharapkan tidak memiliki batas formal seperti pagar tetapi memiliki jembatan dan pedestrian bridge sebagai penegas sekaligus penghubung antar agama yang berbeda-beda.

PENDEKATAN SITE DAN GUBAH MASSA

Dengan kontur pegunungan kita menggunakan strategi pemanfaatan kontur yang tinggi untuk meletakan tempat ibadah utama di area utama sementara bangunan pendukung lainnya pada kontur yang rendah. Jika diperlukan menggunakan pilotis supaya memanfaatkan value alamiah ini. 

ANGGREK HITAM SEBAGAI IDE DASAR

Untuk mempersatukan seluruh kompleks itu kita mengembangkan imajinasi bunga anggrek hitam sebagai bunga anggrek yang khas dari Kawasan tersebut, sehingga kelopak bunga ini merupakan batas sekaligus berfungsi sebagai jogging track diantara .bangunan-bangunan ibadah ini masing-masing memiliki entrancenya tersendiri dan yang paling penting adalah area ibadah utama yang ditampilkan di setiap Kawasan sementara area pendukungnya dibuat lebih tenggelam mengikuti kontur yang menurun sehingga bangunan ibadah menjadi lebih menonjol daripada banguna pendukungnya. 

Kita ingin membatasi pagar diantara bangunan tersebut sehingga mereka dapat saling berbaur dan menggunakan fasilitas bersama di area plaza meditasi ini. Bangunan-bangunan ini dibuat tidak didasarkan atas warna maupun bentuk tradisional , tetapi kita ingin membuatnya sebagai bangunan spiritual yang indah , sehingga masing-masing di simplifikasikan ke bentuk paling modern dari tipologi. 

Hal ini dimaksudkan supaya manusia yang datang ke tempat itu memiliki rasa spiritualitas, sehingga bangunannya dibuat monokromatik dengan material beton ekpos, sehingga satu-satunya yang menonjol dri bangunan ibadah ini adalah sinar cahaya alamnya untuk mencapai titik piritual manusia dan alam, sehingga alam menjadi background dan warna representasi keagungan Tuhan yang maha esa sehingga setiap orang yang datang merasakan kehadiran Tuhan lewat sinar matahari dan warna-warna alamiah.

 

KONSEP BENTUK & MATERIAL

Konsep bentuk nya mengacu kepada bentuk bentuk geometri dasar dari masing masing bangunan : Gereja katolik dengan bentuk Salib, Bangunan Gereja protestan: Kotak, Vihara segi empat dan segi 8, bangunan Klenteng menggunakan bentuk dasar bulat, oval dan segi 8. Bangunan pura menggunakan bentuk dasar segitiga yang bertumpuk-tumpuk. Bagimana menunjukkan bangunan bangunan ini sangat maju dari sisi konsep bangunan peribadatan masa depan yang mengedepankan bagian bagian yang esensial dalam spiritualnya yaitu pencahayaan alami, bayangan. Symbol-symbol lain seperti patung para dewa di area peribadatan mejadi lebih menonjol karena semua bangunan dan alam menjadi background yang esensial.

Tetapi semuanya adalah Indonesia sehingga diberi unsur Kayu Ulin dan beton sebagai spirit kelokalan. Untuk bangunan gereja Katedral dan gereja Kristen menggunakan sirip-sirip dari beton yang memberikan efek bayangan karena dapat menetralisir pencahayaan. 

Semua bangunan ini dibuat monokromatik dengan beton abu-abu sebagai warna dasar. Yang kemudian akan memasukan sinar matahari dan warna-warna natural ini memberikan kesan yang tenang dan spiritual.

 

DISTRIBUSI PROGRAMMING

Secara programming fungsi fungsi yang ada di dalam area peribadatan cukup banyak dan beragam, sehingga kita memilah program tersebut menjadi dua bagian utama yaitu area utama untuk beribadah ditempatkan di titik tertinggi setiap site, serta fungsi-fungsi pendukung lainnya yang ditepatkan pada sisi terendah di dalam site dan dibuat melengkung sebagai upaya dalam menguatkan struktur tanah supaya tidak terjadi longsor. Dan Kawasan ini juga mendapatkan plaza internal yang privat. Setiap supporting systemnya berhubungan langsung dengan tempat ibadah masing-masing.

 

PLAZA SPIRITUAL

satu-satu nya hal menonjol dalam kompleks peribadatan ini adalah adanya plaza spiritual, dengan bentuk oval, sebagai plaza pemersatu semua agama.  Artikulasi plaza dan pathway yang diselubungi oleh artistic curve yang terbuat dari metal dan akan dirambati oleh tanaman merambat sehingga setiap orang bisa melakukan meditasi di plaza maupun berolahraga di sekeliling area peribadatan tanpa pernah merasa tersegregasi antar agama. Area plaza terdiri dari air yang mengalir sebagai representasi kejernihan, olah rasa dan olah jiwa, serta lansekap tropis yang memberikan rasa kedamaian.

 

AKSESIBILITAS

Setiap Kawasan memiliki aksesibilitas mobil dan manusia karena memiliki entrance sendiri sendiri untuk beribadah, demikian juga untuk area pendukung dan servis yang memilik aksesibilitasnya tersendiri, tetapi setiap orang memilki akesibilitas yang sama dari Plaza spiritual.

 

Project Kredit: