Saturday, June 18, 2011

REM KOOLHAAS Pulang kampung nih! oleh Budi Pradono (1)


Rem Koolhaas yang sempat tinggal selama 4 tahun di Jakarta tentu saja kangen dengan makanan khas Jakarta: nasi goreng, bakso, sate, dan krupuk.
Sebenarnya Rem Koolhaas sudah beberapa kali ke Jakarta dan Bali sekedar melepas kangen dengan keindahan Indonesia, pernah ditanggap oleh ikatan arsitek Indonesia beberapa tahun lalu, tapi dia merasa membutuhkan lawan yang seimbang, dia ingin para arsitek muda Indonesia yang professional dan intelektual untuk hadir seperti menjadi lawan tanding yang sempurna menghadapi kehadiran goliath di bidang arsitektur, itulah sebabnya kedatangan Koolhaas kali ini yang diorganisir oleh Jong arsitek dan IAI dibuat gratis di Blitz megaplex! tanggal 20 Juni 2011. Tiketnyapun ludes dalam waktu 1 hari.





Tidak dipungkiri lagi bahwa kebesaran Rem sebagai pemikir utama arsitektur. Seorang intelektual yang kita hormati. Merupakan sosok yang cerdas, brilian sekaligus pemarah. Saya adalah salah satu penggemarnya mendatangi beberapa proyeknya baik yang pertama Kunsthal di Rotterdam maupun Prada store di New York. Untuk ukuran Indonesia kita pasti dibuat bingung karena Rem dengan segala ketrampilannya mengolah program, sementara eksekusi akhir materialnya selalu mengikuti tempat dimana bangunan itu berada. Keindahan yang ditawarkan Koolhaas adalah kebenaran yang seharusnya, sebuah kewajaran yang tidak dibuat-buat.

Rem Koolhaas bernama panjang Remment Lucas Koolhaas kelahiran 17 November 1944, adalah seorang arsitek, teoritikus arsitektural, urbanis, sekaligus professor in Practice di Grad school of design, Harvard, USA. Dia belajar di Netherlands Film and Television Academy (NFTA) di Amsterdam, lalu di AA school, London, dan di Conell University Ithaca, New York.
Rem pendiri kantor arsitektur dan urbanism OMA dan juga studio riset AMO, dia juga penggagas kelahiran Volume magazine bersama Mark Wigley dan Ole Bouman.
Tahun 2000 Rem Koolhaas memenangkan Pritzker Prize, sebuah penghargaan tertinggi bidang arsitektur yang setara dengan hadiah Nobel, delapan tahun kemudian (2008) majalah TIME memilihnya sebagai top 100 orang-orang yang paling berpengaruh di Dunia.
Orang tua Rem, Anton Koolhaas dan Selinde Pietertje Roosenburg adalah orang yang punya peran penting saat Indonesia berusaha melepaskan diri dari penjajahan Belanda, karena dia seorang penulis, kritikus dan sekaligus screenwriter, karena peran itulah ketika Indonesia merdeka Anton Koolhaas ditugaskan di bagian kebudayaan (1952-1955) jadi kira-kira ketika Rem Koolhaas berumur 8-12 tahun umur dimana proses pembentukan jadi dirinya, tentu saja Rem Koolhaas adalah penggemar krupuk, soto ayam, nasi goreng hampir mirip dengan Obama, presiden Amerika serikat sekarang.

Delirious New York
Buku Delirious New York merupakan satu buku penting yang mempercepat karir Rem Koolhaas. Koolhaas merayakan “chance-like” nature of city life: "Kota adalah mesin adiktif dari yang tidak ada tempat untuk melarikan diri" : kota didefinisikan sebagai kumpulan hot spot merah.






Seattle Central Library Seattle, Amerika Serikat, dirancang oleh OMA
Sebuah aspek kunci dari arsitektur  yang Rem Koolhaas tekankan dalam buku Delirious New York adalah "Program": dengan munculnya modernisme di abad 20 "Program" menjadi tema utama dari desain arsitektur. Gagasan Program melibatkan "suatu tindakan untuk mengedit fungsi dan kegiatan manusia" sebagai dalih (pretext) desain arsitektur:


Dalih Form follow function, pertama kali dipopulerkan oleh arsitek Louis Sullivan pada awal abad ke-20 dipertanyakan kembali dalam buku Delirious New York, dalam analisisnya tentang arsitektur pencakarlangit di Manhattan. Sebuah metode desain awal yang berasal dari pemikiran seperti itu "cross-programming", memperkenalkan fungsi tak terduga dalam program ruang, seperti menjalankan jogging trek di gedung pencakar langit.
Sebenarnya semua hasil pemikiran Rem Koolhaas merupakan expresi dari hasil risetnya dalam buku Delirious New York. Salah satu usulannya yang sangat radikal (sayang tidak berhasil) adalah gagasan crossprograming pada Seatle Public Library yaitu usulannya untuk memasukan satu unit rumahsakit untuk para tunawisma.
Saya membaca buku ini beberapa kali bahkan sempat membandingkan kemajuan New York dan Batavia (Jakarta) yang sama-sama mengalami keemasan pada abad ke 17 tapi mungkin VOC terlalu sulit menundukkan orang-orang jawa ketimbang orang-orang Indian di New York, pada abad berikutnya terjadi exodus orang-orang Eropa yang ingin mencari peruntungan yang baru di New York. Jadilah Manhattan

S, M, L, XL
Publikasi paling menghebohkan sekaligus menjadi Landmark Koolhaas adalah S, M, L, XL, bersama-sama dengan Bruce Mau, Jennifer Sigler, dan Hans Werlemann (1995), sebuah buku setebal 1376 halaman menggabungkan esai, manifesto, buku harian, fiksi, perjalanan, dan meditasi di kota kontemporer. 


S, M, L, XL memberikan catatan implementasi aktual dari "Manhattanisme" sebuah komplexitas antara expresi perjalanan OMA yang jatuh bangun, novel dan gabungan antara proyek dan teks  ala OMA telah dihasilkan sampai saat itu. Jennifer Sigler, yang juga berperan sebagai editor buku itu juga memasukkan kamus didasarkan atas riset yang dijalankan OMA menelurkan banyak konsep arsitektur baru; antara lain BIGNESS, GENERIC CITY. Saya merasa buku ini seperti alkitab bagi arsitek dan urbanis, hampir menjadi referensi untuk pemikiran arsitektur saya.




publikasi karya Rem berikutnya juga menjadi Landmark di dunia arsitektur adalah perannya sebagai profesor di Harvard University, dalam "Project on the City" sekolah desain, pertama yang 720-halaman Mutations, diikuti dengan The Harvard Design School Guide to Shopping (2002) dan The Great Leap Forward (2002). Ketiga buku melibatkan mahasiswa Koolhaas yang menganalisis apa yang orang lain akan menganggap sebagai "non-kota", luas konglomerasi seperti di Lagos, Nigeria, Afrika Barat, Rem berpendapat sangat fungsional meskipun kurangnya infrastruktur. Buku tentang guide to shopping juga menguji pengaruh kebiasaan berbelanja dan pertumbuhan yang cepat baru-baru ini kota-kota di Cina.



Banyak sekali kritikus yang menganggap Koolhaas terlalu sinis - seolah-olah kapitalisme Barat dan globalisasi menghancurkan semua identitas budaya –
Koolhaas memobilisasi apa yang dianggapnya the omnipotent forces of urbanism (kekuatan mahadahsyat urbanisme) menjadi bentuk desain yang unik. Koolhaas secara terus menerus menggabungkan hasil observasinya tentang kota kontemporer ke dalam aktifitas desainnya. Seperti ‘culture of congestion’. (budaya kepadatan), shopping juga dianggap sebagai  "intellectual comfort",


Bangunan CCTV di Beijing (2009) juga merupakan hasil analysisnya tentang beberapa criteria densitas, newnesss, bentuk, ukuran, dan Koolhaas tidak memilih bentuk pencakar langit stereotip, yang sering digunakan untuk melambangkan landmark perusahaan pemerintah tersebut, melainkan dirancang serangkaian volume yang tidak hanya mengikat bersama berbagai departemen ke situs samar-samar, tetapi juga memperkenalkan rute (sekali lagi, konsep cross programming)


Content

Pada tahun 2003, Rem Koolhaas menerbitkan buku Content dengan 544 halaman yang dirancang oleh &&& creative, lebih mirip komik yang lucu unik tapi menusuk, yang memberikan gambaran tentang beberapa OMA project termasuk interview dengan Martha Stewart dan Robert Ventury & Denise Scott Brown. Buku Content juga salah satu buku kesayangan sekaligus favorit saya. Karena sangat jenaka, bahkan semua bangunan karya OMA dibuat karikaturnya sperti bintang yang memiliki mata. Tapi isinya sangat dalam, termasuk perannya dalam menciptkan identitas penyatuan eropa. 


dalam buku Content, Rem juga memuat bebrapa karya konsep bangunan yang tidak terbangun tapi di patentkan di Rotterdam. Ini adalah contoh bagi para arsitek muda untuk tidak gampang menyerah dan mendokumentasikan semua proses dalam berarsitektur. Kemudian berteori, bermanifesto, dan membangun semuanya adalah suatu kesatuan. Produk buku adalah bagian dari dokumentasi yang tidak pernah hilang sepanjang masa.  (bersambung)



catatan: sebagian images didapat dari internet, sebagian foto dilakukan di studio BPA, dengan model Monique, dan daryanto, pengolahan foto image oleh Reini Mailisa. Tulisan ini dibuat khusus oleh Budi Pradono sebagai sambutan kedatangan Rem Koolhaas ke Indonesia, agar dapat memberikan gambaran pada masyarakat umum sebelum kuliah umumnya di Blitz Megaplex tanggal 20 Juni 2011.






            

2 comments:

  1. pak budi,,kapan2 boleh ya main2 ke bpa..buat baca2 bukunya..penasaran sama buku yg digotong moniec..SMLXL,,hehe

    ReplyDelete
  2. boleh saja>>> kita tunggu ya!
    best BP

    ReplyDelete