Monday, May 5, 2014

The City within the city, Kota di dalam kota (2)


The City Within the City 
Oswald Mathias Ungers, OMA, 
and The Project of The City as Archipelago

Ini adalah sebuah rangkuman atau catatan dan terjemahan bebas dari satu bab City inside the city dari buku "The Possibility of an absolute architecture" karya Pier Vitorio Aureli. yang diterbitkan oleo MIT press tahun 2011

Pada tahun1971, Koolhaas memutuskan untuk mengunjungi Tembok Berlin dan mendokumentasikannya sebagai bahan tugas arsitektur untuk proyek tiga tahunnya.17 Deskripsi Koolhaas tentang segi arsitektur dari Tembok Berlin serupa dengan logika komposisi yang diaplikasikan pada Grünzug Süd. Koolhaas menerangkan penemuannya bahwa struktur linier dari Tembok Berlin bukan semata-mata sebuah garis yang memotong Kota Berlin, tetapi sederetan peristiwa-peristiwa arsitektur yang linier yang dipertalikan oleh hasrat politik untuk mengefektifkan kondisi ketertutupan.18 Dalam keterangannya, Koolhaas secara strategis melenyapkan esensi politis dari Tembok Berlin untuk menekankan cara institusi politik tertutup, yang dibuat nyata dalam bentuk pemisahan kota, memanifestasikan dirinya tidak dalam bentuk ideal dari sebuah garis, melainkan dalam bentuk-bentuk biasa seperti rumah-rumah, tembok-tembok, pagar-pagar, dan obyek-obyek arsitektur lain yang dapat digunakan untuk pembagian ruang.

Arsitektur “biasa” Tembok Berlin inilah yang secara tepat memberi kesan kepada Koolhaas bahwa bahkan artifak yang paling tegas menggambarkan sebuah makna sekalipun, ketika dipaparkan dalam situasi yang riil, akan kehilangan kemurniannya sebagai bentuk pemersatu. Sebaliknya, ia akan menjadi sebuah deretan dari beberapa situasi yang benar-benar berbeda. Mengikuti proyek Grünzug Süd Ungers dan rasionalisasi “retroaktif” Ungers dan para mahasiswanya terhadap situasi-situasi kritis ketika mengerjakan proyek Berlin, Koolhaas “mengangkat” Tembok Berlin sebagai penggambaran bagaimana arsitektur lebih mungkin merangsang terjadinya ketidaksinambungan daripada kesatuan. 


Kita dapat berargumen bahwa pendekatan penataan kota tersebut—pendekatan yang diinspirasi oleh proyek Grünzug Süd Ungers—menjadi dasar konseptual bagi proyek Delirious New York (New York yang Penuh Gairah) yang menggunakan kondisi-kondisi perkotaan yang paling kritis sebagai basis bagi proyek tata kotanya.20 Pada saat menelaah pertautan antara Ungers dengan proyek-proyek awal Koolhaas dan Zenghelis, kita dapat melihat perkembangan fundamental konsep kota-di-dalam-kota milik Ungers sebagai benih dari Exodus, atau Voluntary Prisoners of Architecture (1972), milik Koolhaas dan Zenghelis. Sebagaimana dikesankan oleh subjudul, subyek dari proyek tersebut adalah tahanan. Koolhaas dan Zenghelis memaksudkan “tahanan sukarela” secara metaforis sebagai penduduk metropolis pada kondisinya yang paling ekstrem, versi paling teruk dari kewarganegaraan komunitarian yang berdasar pada sikap menutup diri.21 Tahanan sukarela dalam hal ini adalah metafora dari subyek yang secara sengaja menerima realitas kota yang terbentuk lebih oleh keterpisahan dan keterasingan daripada oleh persatuan dan kebersamaan Sama halnya, Exodus terdiri dari dua tembok yang paralel yang memotong London dan membaginya menjadi delapan bagian yang tertutup. Baik kompleks perumahan pada Grünzug Süd maupun Tembok Berlin juga memotong kota yang telah ada, menampakkan dan mengakarkan kondisi-kondisi berbeda dari kota tersebut. Exodus bukan hanya sebuah garis, seperti Continuous Monument Superstudio, atau perulangan modul yang sama, seperti skema Ivan Leonidov untuk Magnitogorsk (walaupun kedua proyek tersebut merupakan inspirasi bagi Exodus); Exodus adalah sebuah komposisi linier terbentuk dari bagian-bagian kota yang secara radikal berbeda. Masing-masing bagian tersebut dimaksudkan untuk menampakkan secara tegas aspek morfologis dan perencanaan bagian-bagian kota (pinggiran kota, rumah sakit, museum, taman) dalam bentuk kiasan sosial dan arsitektural dari sebuah kehidupan perkotaan. Exodus secara sengaja mengasumsikan bahwa kondisi-kondisi seperti keterpisahan, agresi dan permusuhan adalah unsur-unsur logis untuk sebuah kota. Dengan demikian, Exodus berkembang dari interpretasi Ungers terhadap Berlin sebagai sebuah kota yang terbentuk dari bagian-bagian yang saling kontras menuju sebuah skenario politik yang lebih nyata.

Pada kuliahnya yang lebih aktual, Zenghelis mempertahankan bahwa bagian-bagian berbeda dari Exodus dapat dipahami melalui dua cara: sebagai bagian-bagian yang tersusun dalam sebuah struktur linier dan sebagai gugusan gedung-gedung otonom dalam kota yang bercirikan komunitas metropolitan yang merdeka.22 Sebagai sebuah proyek, Exodus—yang sangat dipuji oleh Ungers setelah ia bertemu Koolhaas—bisa dibayangkan sebagai sebuah penghubung antara prinsip-prinsip arsitektur yang diperkenalkan dalam proyek Grünzug Süd dan penelaahan Ungers terhadap Berlin dengan proyek Berlin sebagai Gugusan Hijau yang memiliki aspek politis yang lebih nyata. Hal itu karena Exodus menyuarakan sebuah tema yang sudah muncul pada proyek Ungers: sebuah prinsip yang mengarahkan gerakan-gerakan yang terpisah dari sebuah metropolis menjadi sebuah bentuk arsitektur yang mengacu pada dimensi kolektif dari sebuah kota.

No comments:

Post a Comment