Monday, October 19, 2015

Memahami sejarah demi melahirkan kekinian oleh Budi Pradono

Perkembangan Arsitektur Indonesia dalam pengamatan arsitek Indonesia
Memahami sejarah demi melahirkan kekinian[1]
Oleh: Budi Pradono[2]

Pengantar
Untuk memahami perkembangan arsitektur Indonesia sebenarnya harus mendudukan arsitektur Indonesia di dalam konteks sejarah. Pengetahuan akan sejarah, baik sejarah arsitektur Indonesia maupun sejarah arsitektur barat akan memposisioning-kan para pelaku praktisi arsitektur di dalamnya. Hal ini penting disadari agar semangat untuk menghadirkan inovasi, semangat untuk menghadirkan kebaharuan atau kekinian akan terus menyala yang selalu berkolerasi dengan lifestyle, kehidupan masyarakat middle class di kota-kota besar di Indonesia maupun juga dengan kemajuan komunikasi dan tehnologi. Hal ini dengan jelas telah merubah cara berpikir, strategi inovasi, maupun dalam penggunaan material baru yang semakin hari semakin melewati batas-batas geografis suatu negara. Tulisan ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu; Arsitektur Kolonial dan Arsitektur Indonesia, Arsitektur Paska reformasi 1998, Arsitektur Nusantara dan arsitektur Hijau. Arsitektur dalam praktek di studio BPA, dan yang terakhir adalah Arsitektur masa depan era Jokowi.

1. Arsitektur Kolonial dan Arsitektur Indonesia

Arsitektur Kolonial saya definisikan sebagai arsitektur jaman penjajahan Belanda. Setelah diamati secara seksama Kota Jakarta pada abad ke 18 ternyata memiliki kesamaan sejarah dengan kota New York. Pada masa itu Belanda sudah mencanangkan Jakarta sebagai kota maritim yang tidak berbeda dengan kota Amsterdam di Belanda maupun Manhattan di New York, Amerika Serikat. Pada masa pra kolonial pada abad 12 hingga abad 16 sejak Kerajaan Pajajaran yang diberi nama Sunda Kelapa pada pantai utara Jawa, yang terletak di hilir Kali Ciliwung. Namun kerajaan Padjajaran ini tidak dapat bertahan lama ketika pada tahun 1527 Sultan Hassanudin menyerang dan menguasai Banten dan Sunda Kelapa. Sejak tanggal 22 Juni 1927, Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (bahasa sanksekerta berarti Kota yang Jaya).  Disebutkan dalam buku Dumarcay pada abad ke 17, Jayakarta memiliki populasi kira kira 10.000 orang.
Kita bisa melihat  bahwa orang orang Belanda  (VOC) mencoba mengimplementasikan grid kota Batavia berukuran 2,250 m panjang dan 1500m lebarnya, berdasarkan rancangan Simon Stevin tentang ‘Ideal city plan’ yang terinspirasi dari buku Saint Agustine diimplementasikan pada tahun 1650 berupa Batavia city plan. Dengan kanal-kanal yang mirip kota Amsterdam.[3]


Gambar1. Batavia Belanda tahun 1981, dibangun di daerah yang sekarang disebut Jakarta Utara.
Sumber ; http://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_India_Company . Diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.20 WIB

Pada tahun 1740, ketika VOC, Belanda berusaha mengurangi populasi masyarakat China keturunan yang tinggal di Jayakarta, dengan kebijakan untuk memulangkan para pelaku kriminal ke negaranya sekaligus melarang kedatangan orang-orang China baru, hal ini menyulut kemarahan

masyarakat keturunan China di Jayakarta, perlawanan ini mengakibatkan terbunuhnya hampir ribuan orang-orang China yang tinggal di Batavia. Pada tahun 1799 masyarakat China dapat kembali tinggal secara aman di daerah Wetevreden area di luar Benteng kota Batavia.


Gambar 2. Kota Amsterdam 1650 – 1660.
Sumber ; http://www.nc-chap.org/castello/index.php . Diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.25 WIB

Dari sejarah di atas dapat kita simpulkan bahwa situasi politik dan kerusuhan pada abad 17 tersebut mempengaruhi perubahan penataan kota sekaligus mempengaruhi model permukiman setempat. Pemindahan kota administrative Batavia ke kawasan Weltevreden dan Koeningsplein sekarang menjadi Lapangan Banteng dan Monas, sebenarnya di titik itu Jakarta mulai meninggalkan ciri kota Maritim sehingga dalam perkembangannya kawasan hinterland seperti, Sudirman, Thamrin, dan Casablanca berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, [4] sementara pusat kota yang lama jadi terabaikan.

Jika kita pelajari dari sejarah situasi di Batavia masa itu juga terjadi di New York Sungai Hudson di New York ditemukan oleh Henry Hudson pada tahun 1609. Pada tahun 1623 ada sekitar 30 keluarga yang berdatangan ke kota Manhattan di antara mereka ada seorang insinyur Belanda bernama Cryn Fredericksz, yang membagi tanah di kota Manhattan menjadi beberapa parcel.[5]
Gambar3: Peta Lower Manhattan tahun 1847.
Sumber ; http://commons.wikimedia.org/wiki/File:1847_Lower_Manhattan_map.jpg . Diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19 35 WIB

Kota Manhattan dibagi dalam ‘grid’ kota, penduduk lokal lebih suka menggunakan ukuran ‘block’ seperti misalnya dua blok atau lima blok dari satu tempat. Biasanya di kota New York, 1 miles sama dengan 20 blok. ‘A few  block’ berarti jarak yang dekat dan bisa jalan kaki saja. Sistem grid di Manhattan telah dilaksanakan pada tahun 1811 melalui satu undang-undang di Dewan Legislatif New York yang dikenal sebagai Commissioner’s Plan of 1811. Grid kota Manhattan tersebut merupakan cikal bakal urbanisme dimana kepemilikan dalam satu blok terdiri dari kepemilikan publik, jalan dan serta kepemilikan pribadi di dalam lot tanah tersebut. Hal ini sangat menarik bahwa grid kota Manhattan tidak berubah selama lebih dari 200 tahun.
Dengan memperhatikan sejarah kota Batavia / Jakarta, Amsterdam dan Manhattan, kita dapat mengetahui adanya kemiripan morfologi kota karena dibangun pada abad yang hamper sama dan juga sama sama dikuasai oleh orang orang Belanda. Sehingga kemiripan itu menimbulkan pertanyaan mengapa grid kota Batavia yang berubah arah dan tidak mampu bertahan lama. Hal ini terjadi ketika pada awal abad Sembilan belas ketika Pemerintahan Batavia di pindahkan kea rah lapangan Banteng dan Monas sehingga sejak titik itu orientasi kemaritiman mulai tereduksi terlebih lagi ketika tahun 50-an ada penolakan semua yang berbau kolonial, terjadi pengusiran seluruh tenaga ahli dari negeri Belanda, termasuk arsitek, perencana kota serta dosen-dosen pengajar yang ada di ITB. Pemidahan pusat kota kearah tengah, telah merubah orientasi, yang tadinya berorientasi maritim menjadi berorientasi ke darat.
Arsitektur Indonesia mulai tumbuh dan menggeliat ketika jaman pemerintahan Soekarno, presiden pertama republik Indonesia. Dengan semangat nasionalismenya beberapa bangunan dikompetisikan secara baik, dan para pemenangnya diimplementasikan dilapangan sebagai symbol-simbol Negara. Contohnya adalah gedung MPR-DPR di jalan Gatotsubroto, Gedung Bank Indonesia, masjid Istiqlal, dan lain sebagainya.
Pencarian arsitektur modern pada era Soekarno yang anti imperialis dan anti kapitalis, pada era Soeharto berubah haluan dimana booming minyak dan perlunya pembangunan besar-besaran di ibukota Negara, dalam era Soeharto era kapitalisme, kita bisa melihat sepanjang jalan jendral sudirman dan Thamrin hadir berderet-deret bangunan gedung-gedung tinggi yang memiliki kesamaan bahasa, bahasa kaca, dan hampir 85 % dirancang oleh arsitek asing(Amerika) inilah yang memicu hadirnya semangat baru di kalangan arsitek Muda Indonesia (AMI) yang mencoba unjuk gigi. Dalam era kapitalisme Soeharto kita bisa membaca bahwa ‘sisi gelap’ modernisme menurut Anthony Giddens dalam ‘The Consequence of Modernity (1990) benar-benar nyata yaitu petaka bagi umat manusia.[6]

2. Arsitektur Paska Reformasi 1998
Turunnya Soeharto sebagai presiden sekaligus pahlawan pembangunan menyebabkan eforia kegembiraan tapi sekaligus gamang, karena keinginan untuk berexpresi dibatasi oleh krisis ekonomi disertai juga dengan isu keamanan, seperti diketahui ketika turunnya Presiden Soeharto (1970-1998) dibarengi dengan aksi pembakaran bangunan-bangunan serta penjarahan pada bangunan komersial dan serta pembakaran rumah-rumah orang-orang kaya yang umumnya yang ber-etnis Tionghwa. Hal inilah yang mendasari bahwa proyek-proyek dari para arsitek Muda Indonesia diwarnai oleh proyek-proyek berskala kecil (private house) yang pada umumnya meminta standard perancangan dengan system keamanan yang maksimal. Bangunan-bangunan publik juga belum di kompetisikan secara baik dan maksimal meskipun sudah ada beberapa namun dengan kuantitas yang sangat sedikit.
Pada era SBY meskipun kompetisi bangunan publik sudah mulai diperbanyak namun belum mengurangi substansi dasar misalnya bangunan-bangunan rumah susun maupun sekolah atau universitas belum diserahkan pada arsitek yang ber-konsep.
Pada era kepemimpinan presiden Soesila bambang Yoedoyono (SBY) tidak terlihat satu upaya untuk membangun monumen yang dapat membanggakan sehingga hampir tidak ada bangunan publik yang baik. Pada lima tahun pertama gedung pemerintah yang sangat menonjol adalah gedung kementrian perdagangan yang pada saat itu dijabat oleh Marie Elka Pangestu, dan menunjuk arsitek DCM untuk merancang gedung tersebut dan memperoleh penghargaan IAI award.


3.Arsitektur Nusantara dan Arsitektur Hijau
            Pada lima tahun terakhir pemerintahan SBY (2010-2014), isu tentang Arsitektur Nusantara dan Arsitektur hijau semakin menguat. Hal ini didorong oleh percepatan informasi sebagai efek dari globalisasi dimana terjadi ketidak seimbangan alam (terjadi bencana bumi, tanah longsor, tsunami, banjir) menyebabkan para arsitek mulai memperhatikan kembali aspek-aspek hijau di setiap bangunanya, bahkan karena adanya sertifikasi hijau oleh lembaga-lembaga independen seperti LEED di Amerika serikat, dll.
Di sisi lain arsitektur Nusantara banyak sekali mendapatkan perhatian, ini mulai diangkat oleh almarhun DR. Galih Pangarsa dari Universitas Brawijaya, Malang serta Josef Prijotomo prof. dari Universitas sepuluh November, Surabaya. Adapaun arsitek praktisi yang sangat antusias menyelamatkan kembali arsitektur Nusantara adalah Yori Antar (yayasan Rumah Asuh) yang salah satu karya pembangunan kembali bangunan tradisional di Wae Rebo[7] mendapatkan UNESCO Award dan juga sebagai finalis pada Aga Khan Awards yang merupakan penghargaan tertinggi yang setara dengan penghargaan hadiah Nobel.
4. Arsitektur dalam praktek di studio BPA[8]
Praktek arsitektur yang ada di dunia terbagi ke dalam beberapa golongan atau kategori terutama dalam spesialisasi yang dikerjakan praktek arsitektur yang fokus pada perancangan bangunan komersial, bangunan rumah, bangunan hospitalitas (hotel/ villa), desain urban. Dalam studio yang saya pimpin Budi Pradono Architects (BPA) berdiri tahun 2005, mencoba mendefinisikan sebagai firma arsitektur yang berbasis riset. Hal ini memberikan output yang luas baik di bidang perancangan urban, bangunan privat, maupun bangunan kebudayaan dan komersial. Sebenarnya basis penelitian ini memberikan kesempatan yang luas agar BPA dapat selalu berinovasi dengan begitu karya-karyanya merupakan sesuatu yang benar-benar baru sehingga ke depannya dapat menggoreskan sejarah arsitektur di Indonesia. Dari sisi perancangan juga diharapkan dapat menjadi global karena mereduksi batas geografis suatu Negara, diharapkan ke depan dapat menjadi bagian dunia yang lebih luas. BPA karena berfokus pada perubahan lifestyle masyarakat kontemporer tentu saja bersentuhan dengan kehidupan masyarakat dunia terkini, hal inilah yang menyebabkan analysis-analysis pada perubahan masyarakat ini yang akan menentukan rancangan sehingga rancangan-rancangannya menjadi sangat spesifik. Dalam presentasi kali ini saya akan menjelaskan metode dan sekaligus rancangan-rancangan terkini, yang terdiri dari 6 studi kasus; ke enam proyek arsitektur ini semuanya memiliki beberapa pendekatan yang berbeda-beda, namun juga memiliki garis merah yang sejalan antara lain adalah pendekatan programming dan diagraming yang dapat diimplementasikan pada setiap study kasus. Perbedaan mendasar dari setiap proyek adalah karakteristik lokalitasnya atau konteks. Dengan begitu ramuan arsitekturnya adalah perkawinan antara programming dan konteks tempatnya atau the spirit of place nya.
a. Study kasus proyek Kencana House-isu keamanan dan kenyamanan tinggal di sekitar komunitas campuran.
Kencana House[9] terletak di sisi pinggir kompleks perumahan atau area gated community, karena letaknya di perempatan jalan tentu saja bangunan yang akan dibangun ini berhubungan langsung dengan para tetangga baik perkampungan informal, pasar dengan sampahnya, sementara di sisi dalam juga berdekatan dengan kuburan tepat berada di tengah-tengah complex. Keluarga ini mengalami pengalaman buruk saat kejadian kekacauan politik dan ekonomi di tahun 1998 ketika era reformasi dimulai menggantikan rezim Soeharto yang otoriter dan mengagungkan kapitalisme. Tentu saja trauma ini tidak bisa hilang ketika mereka kembali ke Indonesia. Oleh sebab itu ketika saya dipercaya untuk merancang rumah mereka sebenarnya obyek risetnya adalah hubungan antara keluarga tersebut yang erat dan ditunjukkan dengan rumah lamanya dimana meja makan dan perpustakaan keluarga adalah pusat komunikasi keluarga.
Gambar4: Kencana House, foto oleh Budi Pradono, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects

Sementara di sisi urban adalah bagaimana mengantisipasi aspek keamanan yang super aman atau aspek keamanan bangunan tapi juga sekaligus ramah pada lingkungan. Saya juga ingin menghadirkan urban void sebagai usaha untuk memberikan pencahayaan alami ke dalam bangunan sebanyak-banyaknya. Pemrograman kembali seluruh kebutuhan ruang akhirnya membentuk satu komposisi yang mengadopsi konsep atrium di tengah rumah. Secara zonasi seluruh ruang ruang privat seperti ruang tidur dan perpustakaan berada di lantai dua. Sementara ruang makan dan perpustakaan memiliki hubungan vertical yang mengimplementasikan lifestyle para penggunanya. Jadi meskipun memiliki rumah baru lifestyle berkumpul diantara keluarga baik di ruang makan maupun perpustakaaan tetap terjaga. Secara Urbanitas saya ingin menghadirkan softscape pada rumah ini dengan jalan menghijaukan seluruh rumah supaya rumah ini memiliki kesan yang lembut (soft) pada sekitarnya oleh karena itu seluruh muka bangunan pada sisi bawah dipenuhi dengan tanaman sementara di sisi atas (bagian-bagian yang lebih privat) di tutup dengan metal sebagai secondary skin. Metal ini diberi pelubangan berupa pola bunga Flamboyan (sebagai bunga kesayangan pemilik) agar memiliki keterkaitan historis dengan masa kecilnya. Pelubangan ini dengan menggunakan teknologi lasercut memberikan efek yang dualism, di satu sisi memberi keamanan jika terjadi kekacauan karena terbuat dari metal yang keras, di sisi lain skin ini memberikan pencahayaan yang eksotis ke dalam kamar (ruang-ruang privat) pada pagi hari, sementara di malam hari bangunan ini diharapkan dapat menjadi penerangan masyarakat di sekitar bangunan. Metode ini merupakan metode kompromi yang sangat fundamental dalam konteks urban sekaligus menjawab tantangan programming di dalam hunian.
b. Study kasus proyek A house, Bintaro-isu tipology baru bertinggal dengan mendekatkan kembali pada alam, menanggapi lifestyle bertinggal dengan gadget.
Pada study kasus A-House memiliki kemiripan dalam hal posisi rumah yang berada di pertigaan di satu sisi berbatasan dengan jalan dan sungai yang memotong kompleks perumahan / gated community ini jalan yang melintas di samping sungai adalah jalanan umum yang menghubungkan jalur pasar perumahan dan juga informal urban kampong. Di sisi lain pemilik rumah merasa tergangu dengan adanya kendaraan yang lalu lalang di samping rumah sehingga strategi programmingnya adalah dengan menempatkan ruang makan dan pantry di area lantai dasar, di lantai ini pula dibangun trap tempat duduk yang sekaligus sebagai penetrasi kebisingan.
Description: D:\MH\PRESENTASI UNPA BP\presentasi_pancasila\A_house selctd\027-A House (BPA) -24.03.2014-emaiL.jpg
Gambar5: A House, foto oleh Fernando Gumulya, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)

Pemilik rumah adalah seorang dokter bedah yang harus bekerja hingga larut malam, keluarga ini juga adalah pecinta tanaman dan aquascape. Stretegi yang dilakukan adalah mempertahankan pohon yang sudah ada, yaitu pohon ketapang kencana yang sangat besa dan berumur kurang lebih sepuluh tahun, tingginya sekitar Sembilan meter. Karena memberi perhatian khusus pada pohon ini sehingga komposisi rumah yang harus mengalah. Karena bangunan ini berada di wilayah Bintaro saya ingin membawa semangat penghijauan ke dalam bangunan ini. Secara extreme, sebuah pohon Pule berhasil di tanam di sisi dalam rumah dengan begitu pengguna nya akan merasa tinggal ditengah hutan. Di sisi samping jalan juga berhasil di tanam dua pohon pule. Pohon ini di pilih karena memiliki makna simbolis dimana kulit dan daunnya dapat dipergunakan sebagai obat. Di lantai tiga adalah master bedroom. Kamrmandinya dibuat berada tepat di sisi jalan berdampingan dengan pohon-pohon Pule di sisi jalan, sehingga ketika mandi pemiliknya merasa kembali kea lam, kedekatan kepada alam menjadi isu yang signifikan pada masa kini setelah setiap orang mulai mencintai gadget / smartphone, sehingga kedekatan dengan alam perlu di ciptakan kembali.
d. Study kasus Rumah Miring[10]-isu sebagai kritik pada fenomena gated community yang cenderung memerlukan symbol-symbol kesuksesan.
Rumah kecil ini ukuran kapling 8m x 20 m berada di kawasan Pondok Indah, meskipun menjadi bagian dari gated community tetapi bangunan ini tepat berada di antara batas sungai dan permukiman kampong yang masih aseli. Kawasan Pondok Indah di wilayah Jakarta Selatan merupakan complex perumahan / gated community yang sangat berhasil yang dibangun pada tahun 80-an. Sejak saat itu hingga sekarang Pondok Indah menjadi symbol status. Beberapa anggota parlemen yang sukses di Jakarta, maupun artis dari daerah lain yang sudah merasa berhasil mereka merasa perlu memiliki rumah di kawasan ini. Simbol-simbol kesuksesan ini selain lokasi / keberadaannya pada umumnya ditunjukkan juga dengan bahasa arsitekturnya misalnya dengan menggunakan kolom-kolom struktur yang memiliki kemiripan dengan yang ada di Italy mapun Perancis, dengan wajah kepalsuan. Pilar-pilar ini menunjukkan kesuksesan. Untuk menjawab tantangan inisaya mulai mempertanyakan kepada pemiliknya apakah dia masih memerlukan symbol-simbol itu atau malah sebaliknya? Ternyata dia setuju untuk membongkar situasi ini dengan mendekonstruksi wacana yang sudah umum dengan memiringkan seluruh rumah menjadi sesuatu yang hamper jatuh.
Description: H:\0000 BPA PUBLICATION\CG LOFT HOUSE\selected photos\low\RUMAH MIRING in Pondok Indah Jakarta by Budi Pradono (12).jpg
Gambar6: Rumah Miring, foto oleh FX. Bambang SN, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)

Ini merupakan sebuah perlawanan yang cukup extrim. Arsitek diberi keleluasaan untuk mencermati lingkungan sekitarnya dan bereaksi dengan proposal ini. Rumah Ini juga bertetangga dengan rumah salah satu musisi Indonesia Ahmad Dhani yang sem;at membuat kehebohan gara-gara kostum nazi yang digunakan pada saat kampanye pemilihan presiden. Rumah Dhani dicat berwarna serba hitam, sementara rumah ini di cat serba putih. Kebetulan yang tidak disengaja ini semakin memperkuat posisioning rumah miring sebagai sebuah karya arsitektur yang mengkritisi lingkungannya , arsitektur menjadi device / alat kritik.
c. Gugenheim museum Helsinki[11]-isu kinetik fasad dan pendekatan urban, penyatuan dengan lingkungan teluk dan kawasan kota lama.
Bilbao effect yang dibuat oleh Frank Gehry pada kota lama Bilbao seperti ingin diulang kembali di berbagai tempat di belahan bumi yang lain.
Description: D:\MH\RENDER GUGGENHEIM\3 PERSPECTIVE.jpg
Gambar7: Gugenheim museum Helsinki 2014, images cortesy BPA
 Sumber : dokumentasi budi pradono architects

Dalam proyek ini Gugenheim musem tentunya ingin mendapatkan effek yang sama, sebagai kota desain Helsinki mengkompetisikan secara internasional proyek ini. Ide dasarnya adalah bagaimana membuat bangunan yang sangat sederhana, mencerminkan kota Helsinki tetapi di sisi yang lain sangat canggih dan sekaligus cantik yang mencoba mengimplementasikan seluruh inovasi yang pernah ditemukan mulai dari kinetic facad pada sisi yang menghadap laut hingga partisi pembatas ruang yang mampu dipindahkan dengan mudah baik oleh pengunjung museum itu sendiri atau p[ara kuratornya. Ini menyiratkan bahwa inovasi di bidang dinding dan sekaligus pencahayyan akan menghasilkan Bilbao effect yang benar-benar berbeda./ dinding partisi yang terbuat dari balon yang direkatkan ke latai dengan mennggunakan magnet dapat mengalami iluminasi sehingga dinding balon ini bisa menyala, maupun menjadi dinding yang massif semi transparan mapun transparan. Inovasi dalam pengorganisasian ruang ini juga dibarengi dengan lantai yang ondulating yang membentuk gunung yang landai. Atapnya yang landi berbentuk seperti bukit yang memiliki terasering yang juga berfungsi sebagai tempat duduk bagi masyarakat. Dari sana masyrakata dapat menikmati keindahan teluk itu maupun dapat menikmati kawasan kota lama juga aksesbilitas yang langsung ke arah taman kota.
d. Art Villa-Anti object-isu bagaimana menciptakan hunian yang tidak perlu lagi berteriak di sekelilingnya.
The hobbit ini merupakan art villa di daerah perbukitan di Dago Giri Bandung,  merupakan perancangan hasil kolaborasi dengan seniman kontemporer Indonesia, Agus Suwage; pada awalnya karena complex kawasan art villa ini terdiri dari 19 villa dan satu restaurant yang terdiri dari 5 arsitek bersama 5 seniman. Hamper semua arsitek merancang bangunannya berbagai macam bentuk dan ketika maketnya disatukan terlihat seperti sekumpulan patung yang saling berteriak.
Description: D:\MH\PRESENTASI UNPA BP\presentasi_pancasila\Art Villa Pager wangi\birdview.jpg
Gambar8: Hobbit House, Art Villa, Pager Wangi, 3d model oleh BPA Team, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)

Kita memutuskan untuk membuat artvilla yang tidak perlu lagi berteriak sehingga seluruh program ruangnya di tanam ke dalam tanah. Dengan menanam seluruh ruang ke dalam tanah villa ini mengandalkan pencahayaan alami dari atas. Void dibuat di tengah yang memberi penerangan pada setiap kamarnya seluruh dindin bangunan dibuat dari adobe. Kita menginginkan bahwa semua tanah dari lokasi ini digunakan kembali untuk membuat dinding adobe ini.
e. Kampung vertikal di Manggarai, Jakarta-isu kemandirian energy, dan ruang publik yang memadai, transformasi kampong horizontal menjadi kampung vertikal.
“Inverted Pyramid” atau Piramida Terbalik mengusulkan adanya pendefinisian ulang dari kampung tradisional pemukiman di Jakarta menjadi sebuah desa kontemporer vertical yang terletak di wilayah Manggarai kota. Sebuah kampung biasanya didefinisikan sebagai pemukiman yang sangat informal dan tidak teratur serta seringkali menjadi wilayah padat penduduk.
Description: INVERTED PYRAMID_BPA JAKARTA 2.jpg
Gambar9: Inverted Pyramid, Kampung Vertikal, 3d model oleh BPA Team, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)

The Inverted Pyramid atau Piramida terbalik ini menggunakan prinsip-prinsip informal yang sama, yang memungkinkan munculnya ruang sosial secara acak di dalam rongga kosongnya, selain itu juga memungkinkan adanya kepadatan penduduk yang lebih tinggi di daerah tersebut yang disebabkan oleh siaft alamiah dari kondisi vertikal tersebut.  Piramida terbalik oleh BPA merupakan proposal masa depan yang bertujuan untuk membalikkan persepsi piramida sebagai tempat eksklusif untuk keluarga raja dan upacara, membuatnya lebih dapat diakses untuk semua orang. Kerucut terbalik yang baru ini akan memberikan ruang publik serta menampung air dan matahari untuk memberikan energi bagi piramida.
Struktur kerangka baja tidak hanya menghasilkan energi untuk piramida melalui pengumpulan sinar  matahari, tetapi juga menjadi rumah bagi sejumlah lahan pertanian dan perikanan, dan memberikan ruang anjungan bagi unit bisnis untuk dapat bekerja dan hidup. Piramida menyediakan enam blok untuk perumahan sosial serta satu blok untuk fasilitas umum termasuk masjid, gereja, fasilitas rekreasi dan parkir mobil. Hal ini juga mencakup sebuah taman kota yang luas ke dalam tata kota. Konsep baru ini berusaha untuk mempertahankan budaya dan gaya hidup yang sudah ditemukan di Kampung tradisional, memungkinkan bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali dan merenovasi rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela dan bagian-bagian lainnya, yang membuatnya menjadi kunci untuk tumbuhnya semangat di pemukiman. Namun, piramida adalah tempat tinggal yang jauh lebih berkelanjutan daripada desa-desa tradisional yang terhampar secara horisontal karena struktur dalam piramida dapat menghasilkan energi untuk tempat tinggal, yang biasanya tidak ditemukan dari struktur rumah tradisional. Infrastruktur dari piramida memungkinkan orang untuk mencapai tingkat tertinggi dengan mudah melalui lift, tangga dan moda transportasi lainnya. Bagian tingkat atas terhubung dari satu sisi ke sisi lainnya melalui serangkaian trotoar pejalan kaki bertingkat di seluruh ruang piramida.
Dalam setiap piramida masyarakat diberikan tunjangan untuk mengembangkan bisnis berbasis rumah, seperti menjahit pakaian, memperbaiki barang listrik dan sebagainya, dalam rangka mendukung sektor informal dalam masyarakat dan menjaga keseimbangan kota dan berkontribusi pada iklim ekonomi dari daerah sekitarnya.
5. Harapan Arsitektur Indonesia pada Era Jokowi
Presiden Indonesia yang ke tujuh bapak Joko Widodo atau lebih populer dengan Jokowi yang baru saja dilantik tentunya akan memberikan nafas dan harapan baru bagi arsitek maupun masyarakat Indonesia pada umumnya. Jokowi yang tumbuh besar sebagai masyarakat biasa yang tinggal di pinggir kali di Surakarta, dan pernah mengalami penggusuran tentunya memiliki empaty yang sangat besar pada masyarakat kecil, masyarakat marginal yang terpinggirkan terbukti ketika menjabat sebagai gubernur DKI selama 1,5 tahun saja sudah membenahi banyak hal dengan program program yang inovatif dan dilaksanakan dengan sangat cepat baik itu rumah susun, pasar tanah abang maupun program rumah deret. Sebagai presiden tentunya dia akan memiliki kebijakan setingkat nasional misalnya rumah susun bagi masyarakat perkotaan harus dan wajib dirancang oleh arsitek Indonesia yang terbiasa merancang hotel berbintang dan dikompetisikan secara terus menerus sehingga menghasilkan social house/ rusun yang lebih manusiawi tidak hanya asal kotak, tapi memiliki area-area public yang lebih manusiawi atau terdapat kebun sayuran semua inovasi akan hadir sejalan dengan keterbukaan dalam perancangan. Dalam penataan kota tentu saja kita berharap nbahwa semua masterpan pengembangan kota harus didesain dan dirancang oleh ahlinya yang berkompeten dibidangnya.







[1] Disampaikan dalam Seminar arsitektur pada peringatan 50 tahun Universitas Pancasila di Jakarta Design Centre (JDC) Slipi, Jakarta, 27 Oktober 2014
[2] Budi Pradono (1971), anggota IAI professional, principal architect pada Budi Pradono Architects, firma arsitektur berbasis riset, direktur JADUL (Jakarta Digital Urban Lab), saat ini ditunjuk sebagai curator untuk pameran Austellung 70’s bad di Sciltach, Jerman 2014-2015, ditunjuk sebagai advisor pada pengembangan industry creative bidang desain dan arsitektur antara Indonesia dan UK.
[3] Johanes Widodo; Jakarta: a Resilient Asian Cosmopolitan City, National University of Singapore, sumber : https://www.academia.edu/8451926/JAKARTA_a_Resilient_Asian_Cosmopolitan_City diakses pada tanggal 21 September 2014
[4] Kemas Ridwan Kurniawan, PARADOX, Sebuah Naratif Tentang Arsitektur dan Urbanisme di Indonesia Pasca Reformasi, pidato pengukuhan guru besar tetap bidang arsitektur UI; Kurniawan mengungkapkan bahwa kawasan kota lama kini adalah representasi dari pertarungan ruang (‘spatial contestation’)antara para reformist dan revitalist antara formalist, capitalist, dan environmentalist.
[5] Delirious New York: A Retroactive Manifesto for Manhattan, New York, Monacelli Press, 1994; Rem Koolhaas, et al, S,M,L,XL, originally published by Oxford University Press 1978, New York: Monacelli Press 1995), dalam buku tersebut Rem Koolhaas dengan rinci menceritakan sejarah pembagian blok sebagai cikal bakal terbentuknya grid di kota Manhattan.

[6] Giddens, The Consequence of Modernity (Standford: Standford University Press, 1990); Sisi gelap modernisme diantaranya adalah penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa, penindasan oleh yang kuat pada yang lemah, ketimpangan social, kerusakan lingkungan pemicunya adalah kapitalisme liberal yang mensyaratkan kompetisi tiada akhir, kedua industrialisasi yang mensyaratkan inovasi.
[7] Baca: Yori Antar: ‘Pesan dari Wae Rebo: Kelahiran kembali arsitektur Nusantara, sebuah Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan’ , Gramedia Pustaka Utama 2010
[8] BPA adalah singkatan dari Budi Pradono Architects, PT: Firma arsitektur berbasis riset yang didirikan pada tahun 2005. Sejak tahun 2005 berturut-turut mendapatkan penghargaan Emerging architecture award-UK, Cityscape Awards, Dubai, Silver Interach medal dan honorary diploma , Bulgaria (2007& 2009), WAF, World Architecture Festival, Barcelona (2008), World architecture Community, Barcelona (2009), dan IAI awards (2011& 2012), Karyanya juga terpilih dipamerkan pada Venice Architecture Biennale, Italy (2014), Jakarta Contemporary Ceramic (2014), dan Bamboo Biennale (2014)
[9] Kencana House karya BPA mendapatkan penghargaan annual design award 07 dari media architecture+, serta finalis IAI awards tingkat Nasional tahun 2012
[10] Rumah Miring dimuat di media online Dezeen berbasis di London sejak pertama kali di release tahun 2010.
[11] Kota Helsinki sejak di tetapkan sebagai kota desain

No comments:

Post a Comment